Dari pengertian di atas dapat disimpulkan busana pesta adalah busana yang dikenakan untuk kesempatan pesta dan dibuat lebih istimewa dari busana lainnya, baik dalam hal bahan, desain, hiasan, maupun teknik jahitannya.
- 1. Penggolongan Busana Pesta
- a. Busana Pesta Pagi
- b. Busana Pesta Sore
- c. Busana Pesta Malam
- d. Busana Pesta Malam Resmi
- e. Busana Pesta Malam Gala
- 2. Karakteristik Busana Pesta
a) Siluet Busana Pesta
Menurut Sri Widarwati (1993) siluet busana pesta adalah struktur pada desain busana yang mutlak harus dibuat dalam suatu desain. Siluet adalah garis luar (bayangan) suatu busana (Sicilia Sawitri, 1994:57). Penggolongan siluet dibagi beberapa macam :
1) Bentuk dasar
Penggolongan siluet menurut bentuk dasar dibedakan menjadi 3, yaitu:
a) Siluet lurus atau pipa (straigh/tabular)
b) Siluet lonceng (bell-shape/bouffant shilouette)
c) Siluet menonjol (bustle shilouette)
2) Pengaruh tekstur
Siluet berdasarkan pengaruh tekstur dibedakan menjadi 2 yaitu siluet tailor dan siluet draperi.
3) Kesan usia
Berdasarkan kesan usia, siluet dibedakan menjadi 2 yaitu siluet dengan kesan gadis remaja (flapper shilouette) dan siluet dengan kesan dewasa (mature shilouette)
4) Bermacam huruf
Berdasarkan bentuk huruf siluet dibedakan menjadi siluet A, H, I, T, Y, S, X, O, dan L.
5) Bentuk yang ada di alam
Berdasarkan bentuk yang ada di alam siluet dibedakan menjadi 4 yaitu:
a) Siluet hourglass yaitu mengecil dibagian pinggang. Siluet ini masih dibedakan lagi menjadi 3 yaitu :
(1) Siluet natural yaitu siluet yang menyerupai kutang atau strapless. Bagian bahu mengecil, bagian dada besar (membentuk buah dada) bagian pinggang mengecil dan bagian rok melebar.
(2) Pegged skirt yaitu siluet dengan bentuk lebar di bahu, mengecil di pinggang, membesar di pinggul dan pada bagian bawah rok mengecil.
(3) Siluet flare yaitu siluet dengan bentuk bahu lebar membentuk dada, mengecil di pinggang dan di bagian rok melebar. Pada umumnya siluet ini memakai lengan gembung dan rok pias, rok kerut, dan rok lipit yang lebar.
(4) Siluet melebarkan badan, siluet ini memberikan kesan melebarkan si pemakai karena menggunakan garis horizontal, lengan kimono, lengan setali, lengan raglan atau lengan dolman.
b) Siluet geometrik yaitu siluet yang bentuknya berupa garis lurus dari atas ke bawah tidak membentuk tubuh. Siluet geometrik dibedakan menjadi 4 yaitu siluet persegi panjang (rectangle), siluet trapesium (trapeze), siluet taji (wedge), dan siluet tunik ( T shape)
c) Siluet bustle yang mempunyai ciri khas adanya bentuk menonjol di bagian belakang. Memiliki bentuk asli mengecil dibagian pinggang kemudian diberi tambahan berupa draperi atau kerutan yang dilekatkan atau terlepas.
d) Siluet pant (celana)
(Sicilia Sawitri, 2000:77)
Menurut Sri Widarwati (1993) busana pesta seringkali terbuka bagian atas, seperti model decollate, strapless/bustle, backless, dan lain-lain.
Penerapan siluet pada desain busana menggunakan siluet A yang pada bagian atas sedikit terbuka dengan menggunakan keep untuk menutup bagain dada agar tidak terlihat begitu fulgar.
b) Bahan Busana Pesta
Bahan yang digunakan untuk busana pesta biasanya dipilih bahan-bahan yang berkualitas tinggi dan mampu menimbulkan kesan mewah. Bahan-bahan tersebut antara lain bahan yang tembus terang seperti bahan brokat, tile, organdi, sifon dan lain – lain (Enny Zuhni Khayati, 1998:2). Sedangkan menurut Sri Widarwati (1993) bahan yang digunakan untuk busana pesta antara lain beledu, kain renda, lame, sutera, dan sebagainya. Busana pesta yang digunakan pada umumnya adalah bahan yang berkilau, bahan tembus terang, mewah dan mahal setelah dibuat. Menurut Enny Zuhni Khayati (1998:9) ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan busana yaitu :
(1) Memilih bahan sesuai dengan desain.
(2) Memilih bahan sesuai dengan kondisi si pemakai.
(3) Memilih bahan sesuai dengan kesempatan.
(4) Memilih bahan sesuai dengan keuangan keluarga.
c) Warna Busana Pesta
Warna yang digunakan dalam pembuatan busana pesta biasanya kelihatan mewah dan gemerlap, untuk busana pesta malam biasanya menggunakan warna-warna mencolok/cerah, warna-warna yang lembut, seperti ungu, biru muda, dan putih serta warna-warna tua/gelap, seperti merah menyala dan biru gelap (Prapti Karomah dan Sicilia Sawitri, 1998). Sedangkan menurut Sri Widarwati (1993) pemilihan warna busana pesta berbeda, harus disesuaikan dengan kesempatan pestanya. Pada umumnya warna yang digunakan untuk busana pesta malam adalah yang mengandung unsur merah, hitam, keemasan, perak, atau warna-warna yang mengkilap.
d) Tekstur Bahan Busana Pesta
Tekstur adalah sifat permukaan dari suatu benda yang dapat dilihat dan dirasakan. Sifat-sifat permukaan tersebut antara lain: kaku, lembut, kasar, halus, tebal, tipis, dan tembus terang (transparan), (Sri Widarwati, 1993 : 14). Tekstur terdiri dari bermacam-macam yaitu tekstur kaku, tekstur kasar dan halus, tekstur lemas, tekstur tembus terang, tekstur mengkilap dan kusam (Arifah A Riyanto, 2003 : 47). Menurut Enny Zuhni Khayati (1998) tekstur bahan untuk busana pesta biasanya lembut, licin, mengkilap/kusam, tidak kaku dan tidak tebal dan juga memberikan kesan nyaman pada waktu dikenakan.
- 2. Pola Busana
- a. Pengambilan Ukuran
1) Lingkar Leher (L.L.) : Diukur sekeliling batas leher, dengan meletakkan jari telunjuk di lekuk leher.
2) Lingkar Badan (L.B.) : Diukur sekeliling badan atas yang terbesar, melalui puncak dada, ketiak, letak sentimeter pada badan belakang harus datar dari ketiak sampai ketiak. Diukur pas dahulu, kemudian ditambah 4 cm, atau diselakan 4 jari.
3) Lingkar Pinggang (L.PL) : Diukur pas sekeliling pinggang.
4) Lingkar Pinggang (LP) : Diukur sekeliling pinggang, pas dahulu, kemudian ditambah 1 cm, atau diselakan 1 jari. Untuk pinggang ban rok dan slack. Boleh dikurangi 1 cm.
5) Lingkar Panggul (L.Pa.) : Diukur sekeliling badan bawah yang terbesar, ditambah 2 cm sebelah atas puncak pantat dengan sentimeter datar. Diukur pas dahulu, kemudian ditambah 4 cm atau diselakan 4 jari.
6) Tinggi Panggul (T.Pa) : Diukur dari bawah ban petar pinggang sampai di bawah ban sentimeter di panggul.
7) Panjang Punggung : Diukur dari tulang leher yang menonjol di tengah belakang lurus ke bawah sampai di bawah ban petar pinggang.
8) Lebar Punggung : Diukur 9 cm di bawah tulang leher yang menonjol atau pertengahan jarak bahu terendah dan ketiak dari batas lengan kiri sampai batas lengan yang kanan.
9) Panjang Sisi (P.S.) : Diukur dari batas ketiak ke bawah ban petar pinggang di kurangi 2 a 3 cm.
10) Lebar Muka (L.M.) : Diukur pada 5 cm di bawah lekuk leher atau pertengahan jarak bahu terendah dan ketiak dari batas lengan yang kanan sampai batas lengan yang kiri.
11) Panjang Muka (P.M.) : Diukur dari lekuk di tengah muka ke bawah sampai di bawah ban petar pinggang.
12) Tinggi Dada(T.D.) : Diukur dari bawah ban petar pinggang tegak lurus ke atas sampai di puncak buah dada.
13) PanjangBahu(P.B.) : Diukur pada jurusan di belakang daun telinga dari batas leher ke puncak lengan, atau bahu yang terendah.
14) Lebar Dada (L.D.) : Diukur jarak dari kedua puncak buah dada. Ukuran ini tergantung dari (B.H.) buste-haouder atau kutang pendek yang dipakai. Ukuran ini tidak dipakai untuk konstruksi pola, hanya untuk ukuran pemeriksa.
15) Panjang Lengan Blus (P.L.B.) : Diukur dari puncak lengan terus ke bawah lengan sampai melampaui tulang pergelangan lengan yang menonjol.
16) Lingkar Lubang Lengan (L.L.L.) : Diukur sekeliling lubang lengan, pas dahulu ditambah 2 cm untuk lubang lengan tanpa lengan, dan ditambah 4 cm untuk lubang lengan yang akan dipasangkan lengan.
17) Ukuran Uji (U.U.) : Diukur dari tengah muka di bawah ban petar serong melalui puncak buah dada ke puncak lengan terus serong ke belakang sampai di tengah belakang pada bawah petar ban.
18) PanjangRok : Diukur dari batas pinggang sampai batas yang diinginkan.
- b. Metode Pembuatan Pola
1) Drapping
Drapping adalah cara membuat pola atau busana dengan meletakkan kertas tela sedemikian rupa di atas badan seseorang yang akan dibuatkan busananya mulai dari tengah muka menuju ke sisi dengan bantuan jarum pentul (Widjiningsih, 1990 :1).
Untuk memperoleh bentuk yang sesuai dengan bentuk badan diberikan lipit pantas (kupnaad). Metode Drapping ini hanya dapat dikerjakan untuk orang lain dan banyak dilakukan sebelum konstruksi pola berkembang.
2) Konstruksi Pola
Konstruksi pola adalah pola yang dibuat berdasarkan ukuran yang dari bagian-bagian yang diperhitungkan secara matematis dan gambar pada kertas sehingga tergambar bentuk badan muka dan belakang, rok dan lain-lain (Widjiningsih, 1994:3).
Dengan konstruksi pola ini dapat dibuat bermacam-macam busana. Menurut Porrie Muliawan (1992:7) untuk memperoleh konstruksi pola yang baik harus menguasai hal-hal sebagai berikut:
a) Cara mengambil macam-macam jenis ukuran harus tepat dan cermat.
b) Cara menggambar bentuk tertentu seperti garis leher, garis lubang lengan harus lancar dan tidak ada keganjilan.
c) Perhitungan pecahan dari ukuran yang ada dalam konstruksi harus dikuasai.
Sistem atau cara pembuatan pola kontruksi terdapat beberapa macam seperti metode So-en, Meyneke, Charman, Cuppens Guers, Frans Wenner coupe, Derssmaking, ho Twan Nio, Njo Hong Hwie, Muhawa, Edi Budiharjo.
Saat membuat pola busana, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti:
- Sewaktu mengambil ukuran harus benar tepat dan cermat. Model diikat dengan peter ban pada beberapa bagian tubuh. Model harus berdiri dengan tegap jangan sampai membungkuk.
- Cara menggambarkan lengkungan-lengkungan pola pada busana harus luwes, seperti menggambar kerung lengan. kerung leher, garis panggul dan lain-lain.
- Perhitungan yang dilakukan harus cermat dan teliti sesuai dengan rumus, agar hasil yang diperoleh benar.
- c. Teknologi Busana
d) Teknologi penyambungan (kampuh)
Kampuh adalah kelebihan jahitan atau tambahan jahitan untuk menghubungkan dua bagian dari busana yang dijahit (Nanie Asri Yulianti, 1993). Kampuh ada dua macam yaitu kampuh buka dan kampuh tutup.
1) Kampuh Buka
Kampuh buka adalah kelebihan jahitan yang dihubungkan dua bagian dari busana yang dijahit secara terbuka. Cara menjahitnya yaitu:
a) Kampuh – kampuh yang akan dijahit disatukan, kemudian dijahit dengan jarak sedang tepat pada garis pola.
b) Kampuh yang sudah dijahit dibuka dan dipres dengan setrika.
Macam – macam kampuh buka antara lain :
a) Kampuh buka diselesaikan dengan obras.
b) Kampuh buka diselesaikan dengan setik mesin.
c) Kampuh buka diseleseikan dengan rompok.
d) Kampuh buka diselesaikan dengan zig -zag.
e) Kampuh buka diseleseikan dengan tusuk balut.
f) Kampuh buka diselesaikan dengan tusuk feston.
Teknik yang digunakan dalam pembuatan busana pesta malam pada kesempatan ini adalah kampuh buka diselesaikan dengan teknik dirompok kemudian disom, diterapkan pada rok pias 6.
2) Kampuh Tutup
Kampuh tutup adalah kelebihan jahitan dari dua bagian yang tidak terbuka tetapi menjadi satu.
a) Kampuh Balik
Kampuh yang dipakai untuk menyelesaikan pakaian anak, lenan rumah tangga dan untuk menyelesaikan pakaian dewasa wanita yang berbahan tembus terang. Ada dua macam kampuh balik yaitu kampuh balik biasa dan kampuh balik semu.
b) Kampuh Pipih
Adalah yang digunakan untuk pakaian bayi dan pakaian pria.
c) Kampuh Perancis
Kampuh yang dipakai bolak-balik, kampuh ini pada bagian baik buruknya terdapat dua jalur setikan.
e) Teknologi pelapisan/ lining
Pelapisan yaitu kain untuk melapisi kain yang bahannya tipis atau kain yang terasa gatal dikulit (M.H Wancik, 2000:16). Linning adalah kain pelapis busana dan penutup jahitan sehingga busana tampak rapi, baik dari luar maupun bagian dari dalam (Sicilia Sawitri, 1997). Penggunaan Linning juga berfungsi untuk menjaga agar bahan utama dari pakaian tidak cepat rusak terutama untuk pakaian dari dari bahan yang berkualitas tinggi dan harganya mahal (Nanie Asri Yuliati, 1993:76). Dalam pemilihan linning harus disesuaikan dengan bahan pokok, bentuk busana, warna busana serta memiliki karakter hampir sama dengan bahan pokoknya. Contoh kain furing yaitu abute, asahi, errow, voul (Prapti Karomah, 1990:30). Menurut Nanie Asri Yuliati (1993) teknik pemasangan linning ada dua cara yaitu :
1) Teknik lepas yaitu teknik pemasangan antara bagian bahan utama dengan linning dijahit sendiri-sendiri, namun pada bagian tertentu dijahit menjadi satu untuk menyatukan kedua bagian tersebut. Misalnya pada rok yang berfuring lepas disatukan pada bagian ban pinggang.
2) Teknik lekat yaitu teknik pemasangan antara bahan utama dengan linning dijahit menjadi satu, biasanya digunakan untuk menjahit bahan-bahan transparan.
f) Teknologi interfacing
Interfacing adalah lapisan yang tampak dari luar, misalnya lapisan lapel krah, lapisan belahan pada tengah muka (Sicilia Sawitri, 1997). Kegunaan interfacing ini adalah untuk memperbaiki bentuk jatuh bagian-bagian busana sehingga terlihat rapi dan indah. Di pasaran interfacing di jual dalam berbagai macam bentuk seperti kain pasir, viselin, kain keras, kain gabus dan lain-lain. Dalam menentukan interfacing hendaknya memperhatikan hal-hal dibawah ini:
- Kesesuaian dengan bahan utama
- Kesesuaian antara tebal dan tipis bahan utama
- Ketepatan penempatan bahan pelapis
- Kesesuaian dengan tujuan atau kegunaan interfacing
Teknologi pengepresan adalah suatu cara agar kampuh-kampuh terlihat lebih pipih dan rapi. Pengepresan ini dilakukan setiap kali selesai menjahit dengan menggunakan setrika dengan suhu yang disesuaikan dengan bahan busananya (Sicilia Sawitri : 1997). Pada saat pengepresan untuk kain yang tipis atau mudah mengkilat sebaiknya menggunakan pelapis atau bahan lain.
Penerapan Dalam Desain Busana
Penerapan teknologi kampuh yang digunakan menggunakan kampuh buka dan dibagian bawah rok menggunakan penyelesaian wallsoom yang kemudian di ssom gulung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar